Sejak beberapa tahun lalu, para vendor sudah menemukan pengganti baterai Lithium-ion (Li-ion) dan Lithium-polimer (Li-po) yang hingga saat ini masih menjadi tenaga penggerak andalan di notebook serta sebagian besar gadget elektronik lainnya. Namanya fuel cell.
Dibandingkan perangkat lain yang disematkan di komputer, baterai termasuk salah satu yang perkembangannya sangat lamban. Saking leletnya, inovasi produk yang satu ini bisa dibilang jalan di tempat, beda sekali dengan harddisk atau flash drive yang generasi terbarunya kerap muncul.
Apakah teknologi baterai terlalu sulit sehingga inovasinya terhambat? Tidak juga. Perlu Anda ketahui, para vendor sudah lumayan lama menemukan fuel cell yang dikenal sebagai teknologi pengganti baterai.
Lebih Awet
Ayo kita mundur ke tahun 2002. Saat itu, vendor-vendor seperti Casio Computer, Toshiba, Hitachi, Motorola, dan MTI telah memperkenalkan fuel cell berbahan utama metanol sebagai kandidat kuat pengganti Litium. Selain ideal digunakan di produk mobile seperti laptop dan ponsel, fuel cell juga dianggap irit konsumsi daya—mampu menambah waktu pakai gadget hingga 10 kali lebih lama.
Pada bulan September 2005, LG sangat optimis dengan fuel cell portabel bikinannya sampai mengeluarkan pernyataan bahwa merekalah yang bakal menjadi perusahaan pertama yang mengomersilkan baterai tersebut untuk notebook. Prototipe fuel cell yang dibuat LG memiliki bobot di bawah 1Kg dan disinyalir mampu menghasilkan daya hingga 25Watt, atau lebih dari 10 jam waktu pakai. Saat itu, LG memrediksi pasar global untuk fuel cell bisa mencapai 600 milyar USD pada tahun 2006, dan akan terus naik menjadi 1,9 milyar USD pada tahun 2010. Namun, hingga tahun 2006, fuel cell belum juga komersil.
Sekitar bulan Maret 2006, vendor asal Taiwan bernama Antig menyatakan baterai notebook berbasis fuel cell besutan mereka akan hadir di toko-toko komputer pada awal tahun 2007. Tadinya, Antig memilih awal Januari 2007 sebagai waktu yang tepat untuk memulai penjualan produknya lantaran lembaga regulasi International Civil Aviation Organization (ICAO), yang sebelumnya secara khusus melarang penumpang membawa cairan seperti metanol dalam pesawat, berencana akan menghapus aturan tersebut pada bulan Januari 2007. Kenyataannya, aturan tersebut tak juga dicabut, justru malah diperketat.
Komersil 2-3 Tahun Lagi
Memasuki pertengahan tahun 2007, fuel cell belum juga siap dilempar ke pasaran. Berita terbaru mengenai perkembangannya datang pada tanggal 13 Agustus 2007 lalu. Samsung telah menyempurnakan teknologi Direct Methanol Fuel Cell (DMFC) miliknya yang sempat dipamerkan ke publik pada akhir Desember 2006. Ukurannya diperkecil hingga berdimensi 150mm x 50mm x 50mm. Total kapasitas energinya sekitar 1200W dengan output energi 20W.
Kelebihan utama dari DMFC adalah kemampuannya mengoperasikan notebook ultra portabel seri Q30, Q35, dan Q40 besutan Samsung hingga delapan jam sehari selama satu bulan. Kabarnya, vendor asal Korea Selatan tersebut bakal merilis temuannya ini paling lambat tahun 2008 nanti. Meski begitu, para analis meramalkan paling cepat 2-3 tahun lagi fuel cell baru benar-benar bisa komersil.
Anda boleh gemas dengan leletnya proses adaptasi industri TI dari baterai Litium ke fuel cell. Tapi seperti inilah kira-kira kondisi ketika Litium mulai menggeser posisi baterai Nikel (NiMH dan Ni-Cd2). Meskipun sudah jelas terbukti bahwa performa Litium jauh lebih baik dibandingkan Nikel, tetap saja butuh waktu cukup lama bagi para vendor untuk mengaplikasikannya ke dalam produk-produk mereka.
Proses adaptasi, khususnya untuk mengganti sesuatu yang secara massal telah digunakan di sebagian besar produk elektronik dalam jangka waktu yang lama (contohnya baterai Lithium yang sudah dipakai selama hampir 16 tahun), memang tak mudah. Selain diganjal harga bahan baku yang masih mahal, butuh edukasi yang intensif kepada para konsumen yang masih awam dengan teknologi fuel cell karena mereka mesti membiasakan diri tak lagi mencolok gadget ke listrik, tapi mengisi ulang baterai dengan metanol cadangan.
Sedikit tentang Fuel Cell
Fuel cell diciptakan pertama kali oleh Sir William Grove pada tahun 1839. Grove menemukan bahwa ternyata air bisa terurai menjadi hidrogen dan oksigen ketika diberi arus listrik. Proses ini kemudian dinamakan elektrolisis. Ia lalu berhipotesis bahwa jika proses tersebut dibalik untuk menghasilkan listrik dan air. Lima puluh tahun kemudian, Ludwig Mond dan Charles Langer memopulerkan istilah “fuel cell” ketika sedang membuat model praktis untuk menghasilkan listrik.
Fuel cell pada dasarnya adalah alat konversi energi elektrokimia. Ia mampu mengubah senyawa hidrogen dan oksigen menjadi air, dan dalam prosesnya menghasilkan listrik. Beda dengan baterai yang mengubah semua senyawa kimia di dalam tubuhnya menjadi listrik dan kemudian habis sehingga harus dibuang atau mesti diisi ulang memakai catuan daya, senyawa kimia di fuel cell terus mengalir di dalam selnya secara konstan sehingga tidak pernah mati.
Ada banyak jenis baterai fuel cell, namun yang paling banyak dipilih vendor sebagai kandidat kuat pengganti baterai Lithium adalah DMFC (Direct-methanol FC). DMFC sebenarnya telah dikembangkan sejak awal tahun 90-an. Prinsipnya kira-kira begini: larutan metanol ditambahkan ke sisi anoda baterai (fuel side) dan akan terurai menjadi proton dan elektron serta karbondioksida. Elektron akan dibawa keluar fuel cell dalam bentuk arus listrik yang kemudian dipakai untuk menjalankan notebook selama kira-kira 8 jam. Arus tersebut lalu mengalir kembali ke katoda fuel cell (air side). Nah, proton dan elektron di katoda kemudian bereaksi dengan udara untuk membentuk air, yang selanjutnya dibuang dari sistem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar